Perisaijurnalis.com, Enrekang – Abjhie pemerhati Massenrempulu menanggapi hiruk pikuk persoalan pagar dan oposisi di media sosial, warning pemerintah di bumi Massenrempulu untuk tidak anti kritik. Selasa (10/6/2025).
Menurut Abjhie, “Sifat terbuka terhadap kritik merupakan salah satu ciri utama pemimpin yang cerdas. Sayangnya masih ada pemimpin yang memilih jalan sebaliknya, seperti menutup telinga, membangun tembok/pagar buzzer, dan menganggap kritikan sebagai ancaman orang – orang sakit hati.”
Dia juga mengatakan bahwa, “Sipat seperti ini bukan hanya mencerminkan kelemahan tapi juga kebodohan seorang pemimpin. Karena pemimpin anti kritik adalah pemimpin yang menolak belajar, kritik sejatinya merupakan bentuk kepedulian, ia tidak selalu hadir untuk menjatuhkan tetapi untuk menyempurnakan.”
“Pemimpin yang anti kritik hanya ingin mendengar pujian dan sanjungan, bukan kebenaran, ia menciptakan lingkungan yang di penuhi rasa takut, bukan kolaborasi, akibatnya daerah yang di pimpinnya akan stagnan, penuh kepalsuan dan jauh dari kemajuan.” Ucapnya.
Lanjut Abjhie, “Bayangkan jika seorang kapten kapal menolak laporan kerusakan dari anak buahnya karena takut di anggap lemah. Maka apa yang terjadi ? kapal bisa saja tenggelam dan seluruh awaknya akan menjadi korban.”
“Lebih jauh lagi pemimpin yang anti kritik cenderung melahirkan budaya. ”ASAL BAPAK SENANG.” Dalam lingkungan seperti ini, integritas hilang, profesionalisme luntur, dan inovasi mati, semua orang sibuk menjaga muka, bukan menyatakan kebenaran, ini bukan hanya tidak sehat tapi sangat berbahaya.” Tambahnya.
“Sebaliknya pemimpin yang berani menerima kritik justru menunjukkan kematangan. Ia memahami bahwa kritik bukan akhir dari kredibilitas, melainkan bahan bakar untuk bertumbuh, ia tidak segan berkata, “SAYA SALAH,” karena dari situlah kepercayaan di bangun dengan kejujuran bukan dari pencitraan.” Tegasnya.
Menjadi pemimpin bukan soal siapa yang paling berkuasa melainkan siapa yang mampu mendengar, ini hanya persoalan telinga. Tutup Abjhie. (MPJ)